Definisi, Latar Belakang dan Perkembangan
Ekonomi Hijau
Diskusi dan perdebatan tentang definisi ekonomi hijau masih
berlangsung dan mungkin sulit untuk mendapatkan kesepakatan atau konsensus.
Namun demikian, kebanyakan negara dan pemangku kepentingan meyakini bahwa
ekonomi hijau dapat menjadi solusi bagi permasalahan pembangunan yang dihadapi
saat ini, serta dapat membawa kehidupan dan peradaban global menjadi lebih
baik, berkeadilan, sejahtera dan berkesinambungan.
Menurut UNEP, ekonomi hijau adalah ilmu ekonomi yang selain
mengupayakan peningkatan kesejahteraan dan keadilan sosial, juga menganjurkan
untuk secara nyata mengurangi kelangkaan sumber daya alam dan resiko dampak
lingkungan. Sementara itu, Indonesia sendiri mengusung pemahaman bahwa ekonomi
hijau adalah suatu paradigma pembangunan yang didasarkan pada resource efficiency (efisiensi
pemanfaatan sumber daya), sustainable
consumption and production pattern (pola konsumsi dan produksi yang
berkelanjutan) serta internalization the
externalities (internalisasi biaya-biaya lingkungan dan sosial) (Hatta,
2011 dalam Djadjadiningrat 2011).
Ekonomi hijau tengah menjadi trend dalam pengembangan ekonomi
dunia. Hal ini terjadi karena masyarakat dunia mulai menyadari dampak negatif
eksploitasi sumber daya alam terhadap lingkungan yang sudah berjalan sejak
revolusi industri. Berbagai forum internasional untuk membahas dampak negatif
pola hidup masyarakat modern dan pengembangan ekonomi yang eksploitatif
terhadap keberlanjutan kehidupan manusia mulai digagas sejak awal tahun
1970-an. Salah satu rujukan bagi pembahasan masalah lingkungan dan pembangunan
adalah laporan dari The World Commission on
Environment and Development atau yang lebih dikenal dengan “Brundlandt Commission” yang
dipublikasikan pada tahun 1987 dengan judul “Our Common Future”.
Sejak itu, berbagai laporan dan riset yang membahas dampak
pembangunan terhadap lingkungan semakin menyadarkan para pemimpin dunia akan
dampak negatif yang akan terjadi apabila pola pembangunan ekonomi tidak
dikendalikan secara bersama. Karena itu, berbagai konferensi internasional yang
diprakarsai PBB terkait dengan perubahan iklim, pengelolaan hutan, pengelolaan
keanekaragaman hayati dan juga pembangunan berkelanjutan mulai mendapat
perhatian yang lebih serius. Salah satu hasilnya adalah disepakatinya Kyoto
protocol tentang perubahan iklim yang merupakan kesepakatan di UNFCCC (United
Nation Framework Convention on Climate Change).
Ekonomi hijau bukan semata mengenai permasalahan lingkungan. Ekonomi
hijau dan politik hijau menekankan pada adanya kreasi dari berbagai alternatif
yang positif pada semua bidang kehidupan dan semua sektor ekonomi. Ekonomi
hijau tidak memprioritaskan dukungan dari sektor publik atau swasta. Kedua
sektor tersebut harus ditransformasikan sehingga pasar mampu mengekspresikan
nilai-nilai sosial dan ekologi, dan negara mampu menyatu dengan jaring-jaring
akar rumput dari inovasi masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, suatu proses ekonomi
baru harus dirancang dan suatu aturan baru harus disusun sehingga insentif
untuk penegakan prinsip ekologi dapat menyatu dengan kehidupan ekonomi, dan
negara tidak lagi bertindak sebagai pengawas, tetapi lebih kepada koordinator.
Sudah seharusnya kita bergerak untuk mengharmoniskan kegiatan
kita dengan sistem alam, untuk membuat ekonomi mengalir secara alamiah seperti
berlayar dengan tiupan angin. Akan tetapi, mengimplementasikan prinsip ekonomi
hijau membutuhkan kreativitas umat manusia, pengetahuan yang mendasar dan
melebar, serta kesertaan masyarakat luas. Sebagian negara maju menyadari bahwa
penerapan ekonomi hijau akan berdampak / membawa kewajiban yang dapat mengurangi
kemapanan ekonomi negaranya. Dengan demikian, ekonomi hijau di satu sisi merupakan
keniscayaan bagi seluruh negara, tetapi
disisi lain akan merubah tatanan dan keadilan ekonomi dunia. Pada titik ini
terlihat inkonsistensi beberapa pemerintah negara maju yang enggan untuk
mendukung kesepakatan global yang merupakan salah satu komponen dari perwujudan
ekonomi hijau.
Bagi indonesia, ekonomi hijau adalah satu pilihan yang sangat masuk akal untuk diterapkan dengan pertimbangan: Pertama, ekonomi Indonesia masih sangat menggantungkan diri pada pengelolaan sumber daya alam, sehingga Indonesia sangat berkepentingan terhadap keberlanjutannya. Kedua, dengan menerapkan ekonomi hijau, selain akan menjadi pelopor di tingkat global, ekonomi Indonesia juga akan mengarah pada ekonomi yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas dan juga akan lebih berkelanjutan. Ketiga, penerapan ekonomi hijau akan lebih memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang sudah sangat rusak dan sudah menjadi kendala yang nyata bagi sebagian besar masyarakat (Alisjahbana, 2011 dalam Djajadiningrat, 2011).
Bagi indonesia, ekonomi hijau adalah satu pilihan yang sangat masuk akal untuk diterapkan dengan pertimbangan: Pertama, ekonomi Indonesia masih sangat menggantungkan diri pada pengelolaan sumber daya alam, sehingga Indonesia sangat berkepentingan terhadap keberlanjutannya. Kedua, dengan menerapkan ekonomi hijau, selain akan menjadi pelopor di tingkat global, ekonomi Indonesia juga akan mengarah pada ekonomi yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya alam yang terbatas dan juga akan lebih berkelanjutan. Ketiga, penerapan ekonomi hijau akan lebih memperbaiki kondisi lingkungan hidup yang sudah sangat rusak dan sudah menjadi kendala yang nyata bagi sebagian besar masyarakat (Alisjahbana, 2011 dalam Djajadiningrat, 2011).