I. PENDAHULUAN
1. Pendidikan
Pendidikan
adalah upaya mengembangkan potensi individu sebagai bekal dalam menjalani
kehidupan. Pendidikan merupakan langkah dari suatu bangsa dalam mempersiapkan
generasi mudanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
Selain itu, pendidikan merupakan salah satu bentuk bantuan
yang dapat menyelamatkan manusia dan peradaban. Bantuan tersebut tidak boleh
berlebihan, sebab jika berlebihan peserta didik akan menjadi orang yang terus
bergantung, tidak pernah dapat mandiri, tidak dapat dewasa dalam berfikir,
tidak mampu hidup secara sosial, serta tidak menyatakan emosi dan moral (Suyitno,
2009). Hal ini tentunya kontradiktif dengan tujuan awal dari pendidikan.
Salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatan
kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi, memahami dan menyelesaikan
berbagai masalah dan fenomena yang senantiasa berubah setiap waktu. Perkembangan
pendidikan berjalan beriringan dengan kemajuan peradaban manusia, sehingga prosesnya
dapat kita temui pada setiap tingkat perkembangan peradaban tersebut (Hasan dkk.,
2010).
Di Indonesia, UUD 1945 yang merupakan
konstitusi negara mengamanatkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pengusahaan dan penyelenggaraan suatu sistem pendidikan nasional. Dalam UU
nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan
didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan nasional berfungsi
untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermartabat, serta bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang berakhlak, berilmu, cakap dan mandiri.
Pendidikan diselenggarakan dalam suatu
jalur dan jenjang pendidikan tertentu. Undang-undang yang sama, yaitu UU no 20
tahun 2003, mendefinisikan jalur
pendidikan sebagai “wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan
potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan
pendidikan” sedangkan jenjang pendidikan adalah “tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai dan kemampuan yang dikembangkan”. Salah satu jenjang dalam pendidikan
itu adalah pendidikan tinggi.
2. Pendidikan Tinggi
Menurut undang-undang nomor 12 tahun
2012, pendidikan tinggi adalah “jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah
yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program
doktor, dan program profesi, serta program spesialis yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia”. Salah satu fungsi dan
tujuan dari pendidikan tinggi adalah mengembangkan sivitas akademika yang
inovatif, responsif, kreatif, terampil, mandiri, berdaya saing dan kooperatif.
Oleh karena itu, setiap langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan berbagai kegiatan,
utamanya pembelajaran, harus dirancang sedemikian rupa agar fungsi dan tujuan
itu bisa tercapai, sedangkan kegiatan yang sifatnya menghambat fungsi dan
tujuan tersebut, seperti plagiasi, sangat dilarang keras.
Komponen-komponen utama yang terlibat
dalam pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi sebagai satuan/institusi yang
menyelenggarakan pendidikan tinggi, dosen yang berperan sebagai tenaga
pendidik, dan mahasiswa sebagai peserta didik. Dalam undang-undang no 14 tahun
2005, dosen didefinisikan sebagai “pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas
utama mentrasformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada
masyarakat”.
Prinsip dan paradigma modern dalam
pelaksanaan pendidikan tinggi menempatkan peserta didik, dalam hal ini
mahasiswa, sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Mahasiswa diposisikan sebagai
individu dewasa yang memiliki kesadaran diri untuk secara aktif mengembangkan potensinya
dengan melakukan pembelajaran, melaksanakan penelitian, mencari kebenaran
ilmiah atau mengamalkan dan mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan dan
teknologi sesuai bakat, minat dan kemampuannya (UU No 12 Tahun 2012). Dosen
tidak lagi ditempatkan sebagai pusat pembelajaran dan sumber informasi yang
dianggap sebagai sosok yang serba tahu, melainkan lebih berperan sebagai
motivator dan fasilitator.
Peserta didik yang telah
menyelesaikan kewajiban studinya di sebuah perguruan tinggi berhak menyandang
gelar akademik/profesi/vokasi sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penyelesaian studi itu adalah
melakukan tugas akhir. Tugas akhir (TA) adalah karya tulis yang mencerminkan
kreatifitas, kemampuan berpikir ilmiah dan integratif mahasiswa dalam memandang
dan menyelesaikan suatu permasalahan. Penyusunan karya tulis yang didasari dari
hasil penelitian, studi kepustakaan dan praktek kerja ini juga mampu melatih
kemampuan mahasiswa dalam mengkomunikasikan hasil pekerjaannya pada masyarakat
(Wiyatmo dkk, 2010).
Dalam penyelesaian TA nya, mahasiswa
berhak mendapatkan dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai dengan topik/kajian
tugas akhirnya. Dosen yang bersangkutan ditetapkan oleh pimpinan fakultas/dekan
melalui surat penugasan pembimbingan. Adapun tugas dan kewajiban dosen
pembimbing adalah membantu mahasiswa mencari permasalahan yang akan menjadi
dasar penyusunan tugas akhirnya; serta membimbing penulisan dan penyusunan
tugas akhir tersebut (Rudhanton, 2011).
Menurut kamus bahasa Indonesia
(1997), membimbing diartikan dengan “menuntun dalam melangkah; menuntun dalam
melaksanakan pekerjaan”. Jadi, membimbing bukan berarti “menyuapi” mahasiswa
dengan suatu pengetahuan atau informasi, melainkan memberi petunjuk,
mengarahkan dan mensupervisi. Membimbing merupakan membina secara tidak
langsung dengan tujuan orang yang diberikan arahan mampu menemukan sendiri
jawabannya. Namun dalam pelaksanaannya, seringkali kita temui dosen pembimbing
yang malah memberikan topik penelitian/tugas akhir pada mahasiswa yang
dibimbingnya. Perilaku demikian sama sekali tidak mendidik mahasiswa untuk
kritis, kteatif dan berpikir ilmiah. Mahasiswa pada ujungnya hanya berperan
sebagai teknisi atau pelaksana dari suatu kegiatan penelitian. Tentunya, hal ini
sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan dan pembimbingan itu sendiri.
Tugas akhir dan karya tulis sangat
berkaitan erat dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) karena merupakan
hasil dari pemikiran/kecerdasan manusia. Oleh karenanya, tinjauan terhadap HaKI
diperlukan untuk menentukan status kepemilikan atas karya tersebut.
3. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang dihasilkan dari kepintaran/kecerdasan
manusia. Karya yang lahir dari kemampuan intelektual manusia bisa berupa karya
dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya-karya tersebut
memiliki manfaat ekonomi sehingga dapat dikategorikan sebagai aset komersial.
Oleh karenanya, karya-karya tersebut perlu dijaga dan dilindungi. HaKI
merupakan hak ekslusif yang diberikan negara kepada para penemu/inventor
sebagai wujud perlindungan dan penghargaan terhadap hasil karyanya. Hak atas
kekayaan intelektual ini meliputi hak cipta, paten, merek, disain sirkuit
terpadu, rahasia dagang, perlindungan varietas tanaman dan disain industri
(Setyowati dkk., 2005).
Kekayaan intelektual berbeda dengan kekayaan lainnya yang
dimiliki manusia, seperti bongkahan berlian dan batangan emas karena benda atau
kekayaan tersebut bukanlah ciptaan atau hasil kepintaran manusia. Dalam konteks
ini, karya tulis termasuk ke dalam lingkup hak cipta. Hal ini sejalan dengan
keterangan dalam pasal 12 ayat 1 butir 1 undang-undang nomor 19 tahun 2002
tentang hak cipta yang menyatakan bahwa “ciptaan yang dapat dilindungi yaitu
buku, program komputer, pamflet, lay out karya tulis yang diterbitkan dan semua
hasil karya tulis lain”.
Layaknya ciptaan
lainnya, sebuah karya tulis pun memiliki pencipta. Istilah yang biasa digunakan
untuk menunjukkan orang yang berperan sebagai pencipta karya tulis adalah
penulis. Pekerjaan menghasilkan karya tulis bisa dilakukan sendiri maupun secara
berkelompok. Jika dilakukan secara berkelompok, maka diantara penulis itu akan
ada yang berperan sebagai penulis utama dan yang lainnya berperan sebagai
penulis pendamping. Penulis utama adalah penulis yang dominan mengungkapkan
ide, pemikiran dan gagasannya dalam tulisan tersebut, sedangkan penulis
pendamping biasanya lebih berperan sebagai pemberi masukan untuk hal-hal yang
perlu ditambahkan, reviewer dan supervisor terhadap karya tulis tersebut.
4. Manajemen HaKI di Perguruan Tinggi
Tridharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan,
penelitian dan pengabdian masyarakat sangat kental dengan muatan HaKI. Perguruan
tinggi memiliki potensi besar dalam menghasilkan karya intelektual karena
memiliki banyak sumber daya manusia penghasil karya intelektual, yaitu dosen
dan mahasiswa. Selain itu, berbagai fasilitas yang dimiliki perguruan tinggi,
seperti laboratorium dan fasilitas percobaan lainnya, turut mendukung dan
mempermudah lahirnya berbagai karya intelektual tersebut.
Pengelolaan HaKI di perguruan tinggi dilakukan oleh suatu
lembaga yang disebut Sentra HKI. Pendirian sentra HaKI didasari oleh UU no 18
tahun 2002 tentang Sisnas P3IPTEK. Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan
bahwa “sentra HaKI adalah unit kerja yang berfungsi mendayagunakan kemampuan
intelektual, sekaligus sebagai pusat informasi dan pelayanan HaKI”.
Dalam pengelolaan HaKI di perguruan tinggi terdapat beberapa
kendala yang harus diatasi. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah
(Setyowati dkk., 2005):
1. Kepemilikan dan implikasinya. Aspek kepemilikan hasil penelitian
dan pengembangan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu 1) kegiatan yang didanai
pemerintah daerah (sebagian/seluruhnya) dan 2) yang didanai pihak diluar
pemerintah/pemerintah daerah. Untuk penelitian pada kondisi 1, berdasarkan PP
no 20 tahun 2005, hasil litbang tersebut dimiliki pemerintah atau pemerintah
daerah. Apabila melibatkan pihak lain, maka akan terjadi kepemilikan bersama. Ketentuan
dan pengaturan pemanfaatannya ditentukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah
daerah atau berdasarkan kesepakatan bersama, apabila melibatkan pihak luar. Namun
demikian, pengelolaan kekayaan intelektual dan hasil penelitian/pengembangannya
dilimpahkan pada perguruan tinggi. Untuk kondisi ke 2, dimana kegiatan
penelitian didanai oleh pihak swasta/menggunakan dana yang dimiliki perguruan
tinggi, maka kepemilikan kekayaan intelektual biasanya ditentukan oleh
kesepakatan bersama. Menurut lambert
model agreement, terdapat beberapa pilihan apabila perguruan tinggi melakukan
kerjasama penelitian dan pengembangan dengan suatu perusahaan. Model tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Model Perjanjian dalam
Penentuan Kepemilikan Hasil Kerjasama Penelitian (tanpa dana dari pemerintah)
No
|
Perjanjian
Pokok
|
Kepemilikan
|
1
|
Sponsor/perusahaan
memiliki hak non ekslusif untuk menggunakan dalam bidang/wilayah tertentu
|
Perguruan tinggi
|
2
|
Sponsor/perusahaan
dapat melakukan negosiasi lebih lanjut dari sebagian atau seluruh HaKI
perguruan tinggi
|
Perguruan tinggi
|
3
|
Sponsor/perusahaan
dapat melakukan negosiasi untuk beberapa assignment lebih lanjut dari
perguruan tinggi
|
Perguruan tinggi
|
4
|
Perguruan tinggi
memiliki hak untuk menggunakan guna tujuan non komersial
|
Sponsor/perusahaan
|
5
|
Perguruan tinggi
tidak bisa melakukan publikasi tanpa seizin sponsor/perusahaan
|
Sponsor/perusahaan
|
Sumber: Setyowati dkk., 2005
2. Penggunaan Pendapatan Hasil
Pemanfaatan HaKI
Penggunaan
pendapatan hasil pemanfaatan HaKI yang sebagian atau seluruhnya dibiayai oleh
pemerintah atau pemerintah daerah dapat langsung dipergunakan oleh perguruan
tinggi dengan ketentuan penyiapan rencana penggunaannya harus sudah ada 3 bulan
sebelum tahun anggaran dimulai.
3. Kerjasama dengan Lembaga/Perguruan
tinggi Luar Negeri
Yang
harus diperhatikan dalam sebuah kerja sama adalah keseimbangan masing-masing
pihak dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan. Masing-masing pihak harus memiliki
keunggulan/kompetensi tertentu sehingga jelas kedudukannya. Pada tahapan
perencanaan, semua ketentuan harus dibuat jelas agar masalah-masalah yang
berpotensi muncul, seperti mengenai status kepemilikan karya tersebut bisa diminimalisir.
Di ITB sendiri, pengelolaan HaKi dilakukan oleh kantor
manajemen HaKI iTB yang berdiri sejak tahun 1999. Pengelolaannya berdasarkan
pada SK rektor ITB no. 439/SK/K01/HK/1999 yang selanjutnya diperbaiki dengan SK
perubahan tentang SK no. 439 tahun 1999 tersebut. Ketentuan HaKI ITB menyatakan
bahwa kegiatan penelitian yang dibiayai ITB, HaKI nya akan secara otomatis
dimiliki oleh ITB, sedangkan kegiatan penelitian yang tidak dibiayai ITB tetapi
melalui lembaga/organisasi ITB, maka HaKI atas penelitian itu akan dipegang
oleh ITB kecuali jika ada perjanjian tersendiri dengan sponsor penelitian.
II. PEMBAHASAN KASUS: Penetapan Penulis
Utama dalam Publikasi Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa S1 atau S2
1. Batasan Program Sarjana dan Magister
Menurut UU no 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, yang
dimaksud dengan program sarjana adalah “pendidikan akademik yang
diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah”. Sedangkan yang
dimaksud dengan program magister adalah “pendidikan akademik yang diperuntukkan
bagi lulusan program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembangkan
Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah”.
Merujuk pada definisi di atas,
dapat dikatakan bahwa mahasiswa program sarjana yang belum memiliki pengalaman
ilmiah dalam meneliti, perlu lebih banyak mendapatkan bimbingan dalam
penyusunan tugas akhir dan penyelesaian studinya, sedangkan mahasiswa program
magister yang sudah memiliki pengalaman meneliti dan dasar keilmuan yang
didapatkan ketika menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana, tidak perlu terlalu
banyak diarahkan dalam menemukan topik penelitian dan penyelesaian studinya.
2. Kasus 1: Mahasiswa Dibimbing dan
Dibiayai
Jika pembimbingan dilaksanakan sesuai dengan esensi dari
membimbing, yaitu membina secara tidak langsung dengan tujuan agar mahasiwa
yang diarahkan mampu mencari permasalahan yang menjadi dasar penelitian serta
mampu menemukan sendiri jawaban atas permasalahan-permasalahnnya; memberi
petunjuk dalam penulisan dan penyusunan serta mensupervisi tugas akhir/karya
tulis mahasiswa, maka yang berhak menjadi penulis pertama atas artikel/karya
tulis yang dipublikasikan adalah mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
mahasiswa tersebutlah yang memiliki gagasan utama/memberikan kontribusi
terbesar berupa ide dan pemikiran lainnya terhadap artikel atau karya tulis
tersebut.
Pembiayaan yang diberikan oleh dosen pembimbing atau sponsor
tidak bisa serta merta menjadikan pembimbing/sponsor itu ditempatkan sebagai
penulis utama karena hakikat dari pendanaan bukanlah mengkontribusikan ide atau
pemikiran sebanyak-banyaknya sebagai prasayarat yang harus dipenuhi agar
seseorang bisa dianggap sebagai penulis utama, melainkan hanya sebagai
penunjang agar berbagai keperluan untuk melakukan penelitian, penulisan dan
publikasi karya tulis dapat dipenuhi. Jadi meskipun dibiayai, yang berhak
menjadi penulis utama adalah individu yang berkontribusi terbanyak terhadap
karya tulis tersebut, yang dalam hal ini adalah mahasiswa.
Kondisi di atas bisa berubah jika terdapat perjanjian atau
kesepakatan-kesepakatan antar mereka. Sebagai contoh: jika mahasiswa memiliki
kontribusi ide dan pemikiran terbesar, namun yang bersangkutan tidak memiliki
dana yang cukup untuk menjalankan penelitian, penulisan dan publikasi karyanya,
kemudian pembimbing menawarkan bantuan dana dengan persyaratan yang berhak
menjadi penulis utama dalam artikel itu adalah dirinya dan itu disepakati oleh
kedua belah pihak, maka pembimbinglah yang menjadi penulis utama/pertama dari
artikel tersebut. Opsi lain mengenai kepemilikan atas karya tersebut dapat
berupa pola-pola seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1.
3. Kasus 2: Mahasiswa Hanya Dibimbing
Seperti pada pemaparan kasus 1,
jika semua hal berjalan sebagaimana mestinya, sesuai prosedur pembimbingan yang
ditetapkan institusi, maka mahasiswalah yang berhak menjadi penulis utama atas
karya tersebut kecuali jika dalam pelaksanaan tugas akhir dan pembimbingannya,
mahasiswa itu “disuapi” pembimbing. Dalam artian, ide dalam menentukan topik
penelitian, prosedur kerja sampai penulisan karya tulis, semua diberikan/ditentukan
oleh pembimbing. Kreatifitas, pemikiran kritis dan budaya ilmiah sama sekali
tidak ditunjukkan oleh mahasiswa. Ia hanya berperan sebagai teknisi/pelaksana
dari semua kegiatan tersebut atau bisa dikatakan kontribusi ide/pemikirannya terhadap
karya itu sangat minim, sehingga berdasarkan pada konsep kekayaan intelektual
yang menyebutkan kekayaan intelektual sebagai hasil pemikiran/kepintaran
manusia, maka yang berhak menjadi penulis utama dan pemegang HaKI atas karya
cipta itu adalah dosen pembimbing sebagai pemilik gagasan utamanya. Hal ini
juga sejalan dengan isi pasal 7 UU no 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang
menyatakan “Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan
dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang
merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu”.
III. KESIMPULAN
Mahasiswa
yang memiliki dan menjalankan gagasan utama dalam penyelesaian tugas akhirnya, berhak
atas kedudukan sebagai penulis pertama dalam artikel/karya tulis yang nantinya dipublikasikan.
Daftar Pustaka
Ali, B. M. dan Deli. T. 1997. Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Citra
Umbara.
Hasan, S.H. dkk., 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa. Jakarta: Balilbang Kurikulum Kementerian Pendidikan. Diunduh dari http://sertifikasiguru.unm.ac.id/PENDIDIKAN%20KARAKTER%20PLPG%20Rayon%201%2024/1.%20Pendidikan%20Budaya%20dan%20Karakter%20Bangsa.pdf tanggal 30 November 2012.
Rudhanton. 2011. Manual Prosedur Pembuatan Skripsi/Tugas Akhir. Malang:
FKG Universitas Brawijaya. Diunduh dari http://fk.ub.ac.id/id/filedownload/spma/ujmpskg/siklus8/MP.TUGAS.AKHIR.pdf tanggal 20 November 2012.
Setyowati, K., dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan
Implementasinya di Perguruan Tinggi. Bogor:
Kantor HKI IPB. Diunduh dari
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7123/Hak%20Kekayaan%20Intelektual.pdf?sequence=1 tanggal
15 November 2012.
Suyitno, Y. 2009. Landasan Filosopis Pendidikan. Bandung: Unipersitas
Pendidikan Indonesia. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/195009081981011-Y._SUYITNO/LANDASAN_FILOSOFIS_PENDIDIKAN_DASAR.pdf tanggal 20 November 2012.
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Diunduh dari www.depdagri.go.id/media/documents/2012/.../uu_no.12-2012.pdf tanggal 25 November 2012.
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Diunduh dari http://www.apjii.or.id/DOC/Regulasi8/UU_HC_19.pdf tanggal 20
November 2012.
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Diunduh dari http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU14-2005-GuruDanDosen.pdf tanggal 25
November 2012.
Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diunduh dari http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf tanggal 29
November 2012.
Wiyatmo, y. dkk., 2010.
Efektivitas Bimbingan Tugas Akhir Skripsi (TAS) Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Fisika FMIPA UNY. Prosiding Seminar Nasional Penelitian,
Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656347/Efektivitas%20Bimb.%20TAS.pdf tanggal 27 November 2012.