Kamis, 06 Desember 2012

PENENTUAN HAK SEBAGAI PENULIS PERTAMA ATAS SEBUAH KARYA TULIS (Kasus Pada Mahasiswa Yang Dibimbing atau Dibimbing-Dibiayai)


I.         PENDAHULUAN    
1.         Pendidikan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi individu sebagai bekal dalam menjalani kehidupan. Pendidikan merupakan langkah dari suatu bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Selain itu, pendidikan merupakan salah satu bentuk bantuan yang dapat menyelamatkan manusia dan peradaban. Bantuan tersebut tidak boleh berlebihan, sebab jika berlebihan peserta didik akan menjadi orang yang terus bergantung, tidak pernah dapat mandiri, tidak dapat dewasa dalam berfikir, tidak mampu hidup secara sosial, serta tidak menyatakan emosi dan moral (Suyitno, 2009). Hal ini tentunya kontradiktif dengan tujuan awal dari pendidikan.
Salah satu tujuan pendidikan adalah meningkatan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi, memahami dan menyelesaikan berbagai masalah dan fenomena yang senantiasa berubah setiap waktu. Perkembangan pendidikan berjalan beriringan dengan kemajuan peradaban manusia, sehingga prosesnya dapat kita temui pada setiap tingkat perkembangan peradaban tersebut (Hasan dkk., 2010).
Di Indonesia, UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara mengamanatkan pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengusahaan dan penyelenggaraan suatu sistem pendidikan nasional. Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat, serta bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak, berilmu, cakap dan mandiri.
Pendidikan diselenggarakan dalam suatu jalur dan jenjang pendidikan tertentu. Undang-undang yang sama, yaitu UU no 20 tahun 2003,  mendefinisikan jalur pendidikan sebagai “wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan” sedangkan jenjang pendidikan adalah “tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangkan”. Salah satu jenjang dalam pendidikan itu adalah pendidikan tinggi.

2.         Pendidikan Tinggi
Menurut undang-undang nomor 12 tahun 2012, pendidikan tinggi adalah “jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia”. Salah satu fungsi dan tujuan dari pendidikan tinggi adalah mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, mandiri, berdaya saing dan kooperatif. Oleh karena itu, setiap langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan berbagai kegiatan, utamanya pembelajaran, harus dirancang sedemikian rupa agar fungsi dan tujuan itu bisa tercapai, sedangkan kegiatan yang sifatnya menghambat fungsi dan tujuan tersebut, seperti plagiasi, sangat dilarang keras.
Komponen-komponen utama yang terlibat dalam pendidikan tinggi adalah perguruan tinggi sebagai satuan/institusi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi, dosen yang berperan sebagai tenaga pendidik, dan mahasiswa sebagai peserta didik. Dalam undang-undang no 14 tahun 2005, dosen didefinisikan sebagai “pendidik profesional dan ilmuan dengan tugas utama mentrasformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat”.
Prinsip dan paradigma modern dalam pelaksanaan pendidikan tinggi menempatkan peserta didik, dalam hal ini mahasiswa, sebagai pusat kegiatan pembelajaran. Mahasiswa diposisikan sebagai individu dewasa yang memiliki kesadaran diri untuk secara aktif mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran, melaksanakan penelitian, mencari kebenaran ilmiah atau mengamalkan dan mengembangkan suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai bakat, minat dan kemampuannya (UU No 12 Tahun 2012). Dosen tidak lagi ditempatkan sebagai pusat pembelajaran dan sumber informasi yang dianggap sebagai sosok yang serba tahu, melainkan lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator.
Peserta didik yang telah menyelesaikan kewajiban studinya di sebuah perguruan tinggi berhak menyandang gelar akademik/profesi/vokasi sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penyelesaian studi itu adalah melakukan tugas akhir. Tugas akhir (TA) adalah karya tulis yang mencerminkan kreatifitas, kemampuan berpikir ilmiah dan integratif mahasiswa dalam memandang dan menyelesaikan suatu permasalahan. Penyusunan karya tulis yang didasari dari hasil penelitian, studi kepustakaan dan praktek kerja ini juga mampu melatih kemampuan mahasiswa dalam mengkomunikasikan hasil pekerjaannya pada masyarakat (Wiyatmo dkk, 2010).
Dalam penyelesaian TA nya, mahasiswa berhak mendapatkan dosen pembimbing yang memiliki kompetensi sesuai dengan topik/kajian tugas akhirnya. Dosen yang bersangkutan ditetapkan oleh pimpinan fakultas/dekan melalui surat penugasan pembimbingan. Adapun tugas dan kewajiban dosen pembimbing adalah membantu mahasiswa mencari permasalahan yang akan menjadi dasar penyusunan tugas akhirnya; serta membimbing penulisan dan penyusunan tugas akhir tersebut (Rudhanton, 2011).
Menurut kamus bahasa Indonesia (1997), membimbing diartikan dengan “menuntun dalam melangkah; menuntun dalam melaksanakan pekerjaan”. Jadi, membimbing bukan berarti “menyuapi” mahasiswa dengan suatu pengetahuan atau informasi, melainkan memberi petunjuk, mengarahkan dan mensupervisi. Membimbing merupakan membina secara tidak langsung dengan tujuan orang yang diberikan arahan mampu menemukan sendiri jawabannya. Namun dalam pelaksanaannya, seringkali kita temui dosen pembimbing yang malah memberikan topik penelitian/tugas akhir pada mahasiswa yang dibimbingnya. Perilaku demikian sama sekali tidak mendidik mahasiswa untuk kritis, kteatif dan berpikir ilmiah. Mahasiswa pada ujungnya hanya berperan sebagai teknisi atau pelaksana dari suatu kegiatan penelitian. Tentunya, hal ini sangat bertentangan dengan hakikat pendidikan dan pembimbingan itu sendiri.
Tugas akhir dan karya tulis sangat berkaitan erat dengan hak atas kekayaan intelektual (HaKI) karena merupakan hasil dari pemikiran/kecerdasan manusia. Oleh karenanya, tinjauan terhadap HaKI diperlukan untuk menentukan status kepemilikan atas karya tersebut.

 3.        Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI)
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang dihasilkan dari kepintaran/kecerdasan manusia. Karya yang lahir dari kemampuan intelektual manusia bisa berupa karya dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya-karya tersebut memiliki manfaat ekonomi sehingga dapat dikategorikan sebagai aset komersial. Oleh karenanya, karya-karya tersebut perlu dijaga dan dilindungi. HaKI merupakan hak ekslusif yang diberikan negara kepada para penemu/inventor sebagai wujud perlindungan dan penghargaan terhadap hasil karyanya. Hak atas kekayaan intelektual ini meliputi hak cipta, paten, merek, disain sirkuit terpadu, rahasia dagang, perlindungan varietas tanaman dan disain industri (Setyowati dkk., 2005).
Kekayaan intelektual berbeda dengan kekayaan lainnya yang dimiliki manusia, seperti bongkahan berlian dan batangan emas karena benda atau kekayaan tersebut bukanlah ciptaan atau hasil kepintaran manusia. Dalam konteks ini, karya tulis termasuk ke dalam lingkup hak cipta. Hal ini sejalan dengan keterangan dalam pasal 12 ayat 1 butir 1 undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang menyatakan bahwa “ciptaan yang dapat dilindungi yaitu buku, program komputer, pamflet, lay out karya tulis yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain”.
 Layaknya ciptaan lainnya, sebuah karya tulis pun memiliki pencipta. Istilah yang biasa digunakan untuk menunjukkan orang yang berperan sebagai pencipta karya tulis adalah penulis. Pekerjaan menghasilkan karya tulis bisa dilakukan sendiri maupun secara berkelompok. Jika dilakukan secara berkelompok, maka diantara penulis itu akan ada yang berperan sebagai penulis utama dan yang lainnya berperan sebagai penulis pendamping. Penulis utama adalah penulis yang dominan mengungkapkan ide, pemikiran dan gagasannya dalam tulisan tersebut, sedangkan penulis pendamping biasanya lebih berperan sebagai pemberi masukan untuk hal-hal yang perlu ditambahkan, reviewer dan supervisor terhadap karya tulis tersebut.

4.         Manajemen HaKI di Perguruan Tinggi
Tridharma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat sangat kental dengan muatan HaKI. Perguruan tinggi memiliki potensi besar dalam menghasilkan karya intelektual karena memiliki banyak sumber daya manusia penghasil karya intelektual, yaitu dosen dan mahasiswa. Selain itu, berbagai fasilitas yang dimiliki perguruan tinggi, seperti laboratorium dan fasilitas percobaan lainnya, turut mendukung dan mempermudah lahirnya berbagai karya intelektual tersebut.
Pengelolaan HaKI di perguruan tinggi dilakukan oleh suatu lembaga yang disebut Sentra HKI. Pendirian sentra HaKI didasari oleh UU no 18 tahun 2002 tentang Sisnas P3IPTEK. Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa “sentra HaKI adalah unit kerja yang berfungsi mendayagunakan kemampuan intelektual, sekaligus sebagai pusat informasi dan pelayanan HaKI”.
Dalam pengelolaan HaKI di perguruan tinggi terdapat beberapa kendala yang harus diatasi. Kendala-kendala tersebut diantaranya adalah (Setyowati dkk., 2005):
1.   Kepemilikan dan implikasinya. Aspek kepemilikan hasil penelitian dan pengembangan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu 1) kegiatan yang didanai pemerintah daerah (sebagian/seluruhnya) dan 2) yang didanai pihak diluar pemerintah/pemerintah daerah. Untuk penelitian pada kondisi 1, berdasarkan PP no 20 tahun 2005, hasil litbang tersebut dimiliki pemerintah atau pemerintah daerah. Apabila melibatkan pihak lain, maka akan terjadi kepemilikan bersama. Ketentuan dan pengaturan pemanfaatannya ditentukan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah atau berdasarkan kesepakatan bersama, apabila melibatkan pihak luar. Namun demikian, pengelolaan kekayaan intelektual dan hasil penelitian/pengembangannya dilimpahkan pada perguruan tinggi. Untuk kondisi ke 2, dimana kegiatan penelitian didanai oleh pihak swasta/menggunakan dana yang dimiliki perguruan tinggi, maka kepemilikan kekayaan intelektual biasanya ditentukan oleh kesepakatan bersama.  Menurut lambert model agreement, terdapat beberapa pilihan apabila perguruan tinggi melakukan kerjasama penelitian dan pengembangan dengan suatu perusahaan. Model tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Model Perjanjian dalam Penentuan Kepemilikan Hasil Kerjasama Penelitian (tanpa dana dari pemerintah)
No
Perjanjian Pokok
Kepemilikan
1
Sponsor/perusahaan memiliki hak non ekslusif untuk menggunakan dalam bidang/wilayah tertentu
Perguruan tinggi
2
Sponsor/perusahaan dapat melakukan negosiasi lebih lanjut dari sebagian atau seluruh HaKI perguruan tinggi
Perguruan tinggi
3
Sponsor/perusahaan dapat melakukan negosiasi untuk beberapa assignment lebih lanjut dari perguruan tinggi
Perguruan tinggi
4
Perguruan tinggi memiliki hak untuk menggunakan guna tujuan non komersial
Sponsor/perusahaan
5
Perguruan tinggi tidak bisa melakukan publikasi tanpa seizin sponsor/perusahaan
Sponsor/perusahaan
Sumber: Setyowati dkk., 2005

2.   Penggunaan Pendapatan Hasil Pemanfaatan HaKI
Penggunaan pendapatan hasil pemanfaatan HaKI yang sebagian atau seluruhnya dibiayai oleh pemerintah atau pemerintah daerah dapat langsung dipergunakan oleh perguruan tinggi dengan ketentuan penyiapan rencana penggunaannya harus sudah ada 3 bulan sebelum tahun anggaran dimulai.
3.   Kerjasama dengan Lembaga/Perguruan tinggi Luar Negeri
Yang harus diperhatikan dalam sebuah kerja sama adalah keseimbangan masing-masing pihak dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan. Masing-masing pihak harus memiliki keunggulan/kompetensi tertentu sehingga jelas kedudukannya. Pada tahapan perencanaan, semua ketentuan harus dibuat jelas agar masalah-masalah yang berpotensi muncul, seperti mengenai status kepemilikan karya tersebut bisa diminimalisir.

Di ITB sendiri, pengelolaan HaKi dilakukan oleh kantor manajemen HaKI iTB yang berdiri sejak tahun 1999. Pengelolaannya berdasarkan pada SK rektor ITB no. 439/SK/K01/HK/1999 yang selanjutnya diperbaiki dengan SK perubahan tentang SK no. 439 tahun 1999 tersebut. Ketentuan HaKI ITB menyatakan bahwa kegiatan penelitian yang dibiayai ITB, HaKI nya akan secara otomatis dimiliki oleh ITB, sedangkan kegiatan penelitian yang tidak dibiayai ITB tetapi melalui lembaga/organisasi ITB, maka HaKI atas penelitian itu akan dipegang oleh ITB kecuali jika ada perjanjian tersendiri dengan sponsor penelitian.

II.   PEMBAHASAN KASUS: Penetapan Penulis Utama dalam Publikasi Artikel Hasil Penelitian Mahasiswa S1 atau S2
1.         Batasan Program Sarjana dan Magister
Menurut UU no 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi, yang dimaksud dengan program sarjana adalah “pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan pendidikan menengah atau sederajat sehingga mampu mengamalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui penalaran ilmiah”. Sedangkan yang dimaksud dengan program magister adalah “pendidikan akademik yang diperuntukkan bagi lulusan program sarjana atau sederajat sehingga mampu mengamalkan dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah”.
Merujuk pada definisi di atas, dapat dikatakan bahwa mahasiswa program sarjana yang belum memiliki pengalaman ilmiah dalam meneliti, perlu lebih banyak mendapatkan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir dan penyelesaian studinya, sedangkan mahasiswa program magister yang sudah memiliki pengalaman meneliti dan dasar keilmuan yang didapatkan ketika menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana, tidak perlu terlalu banyak diarahkan dalam menemukan topik penelitian dan penyelesaian studinya.

2.         Kasus 1: Mahasiswa Dibimbing dan Dibiayai
Jika pembimbingan dilaksanakan sesuai dengan esensi dari membimbing, yaitu membina secara tidak langsung dengan tujuan agar mahasiwa yang diarahkan mampu mencari permasalahan yang menjadi dasar penelitian serta mampu menemukan sendiri jawaban atas permasalahan-permasalahnnya; memberi petunjuk dalam penulisan dan penyusunan serta mensupervisi tugas akhir/karya tulis mahasiswa, maka yang berhak menjadi penulis pertama atas artikel/karya tulis yang dipublikasikan adalah mahasiswa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan mahasiswa tersebutlah yang memiliki gagasan utama/memberikan kontribusi terbesar berupa ide dan pemikiran lainnya terhadap artikel atau karya tulis tersebut.
Pembiayaan yang diberikan oleh dosen pembimbing atau sponsor tidak bisa serta merta menjadikan pembimbing/sponsor itu ditempatkan sebagai penulis utama karena hakikat dari pendanaan bukanlah mengkontribusikan ide atau pemikiran sebanyak-banyaknya sebagai prasayarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa dianggap sebagai penulis utama, melainkan hanya sebagai penunjang agar berbagai keperluan untuk melakukan penelitian, penulisan dan publikasi karya tulis dapat dipenuhi. Jadi meskipun dibiayai, yang berhak menjadi penulis utama adalah individu yang berkontribusi terbanyak terhadap karya tulis tersebut, yang dalam hal ini adalah mahasiswa.
Kondisi di atas bisa berubah jika terdapat perjanjian atau kesepakatan-kesepakatan antar mereka. Sebagai contoh: jika mahasiswa memiliki kontribusi ide dan pemikiran terbesar, namun yang bersangkutan tidak memiliki dana yang cukup untuk menjalankan penelitian, penulisan dan publikasi karyanya, kemudian pembimbing menawarkan bantuan dana dengan persyaratan yang berhak menjadi penulis utama dalam artikel itu adalah dirinya dan itu disepakati oleh kedua belah pihak, maka pembimbinglah yang menjadi penulis utama/pertama dari artikel tersebut. Opsi lain mengenai kepemilikan atas karya tersebut dapat berupa pola-pola seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1.

3.         Kasus 2: Mahasiswa Hanya Dibimbing
Seperti pada pemaparan kasus 1, jika semua hal berjalan sebagaimana mestinya, sesuai prosedur pembimbingan yang ditetapkan institusi, maka mahasiswalah yang berhak menjadi penulis utama atas karya tersebut kecuali jika dalam pelaksanaan tugas akhir dan pembimbingannya, mahasiswa itu “disuapi” pembimbing. Dalam artian, ide dalam menentukan topik penelitian, prosedur kerja sampai penulisan karya tulis, semua diberikan/ditentukan oleh pembimbing. Kreatifitas, pemikiran kritis dan budaya ilmiah sama sekali tidak ditunjukkan oleh mahasiswa. Ia hanya berperan sebagai teknisi/pelaksana dari semua kegiatan tersebut atau bisa dikatakan kontribusi ide/pemikirannya terhadap karya itu sangat minim, sehingga berdasarkan pada konsep kekayaan intelektual yang menyebutkan kekayaan intelektual sebagai hasil pemikiran/kepintaran manusia, maka yang berhak menjadi penulis utama dan pemegang HaKI atas karya cipta itu adalah dosen pembimbing sebagai pemilik gagasan utamanya. Hal ini juga sejalan dengan isi pasal 7 UU no 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang menyatakan “Jika suatu Ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, Penciptanya adalah orang yang merancang Ciptaan itu”.

III.    KESIMPULAN
Mahasiswa yang memiliki dan menjalankan gagasan utama dalam penyelesaian tugas akhirnya, berhak atas kedudukan sebagai penulis pertama dalam artikel/karya tulis yang nantinya dipublikasikan.


Daftar Pustaka
Ali, B. M. dan Deli. T. 1997. Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Citra Umbara.

Hasan, S.H. dkk., 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Balilbang Kurikulum Kementerian Pendidikan. Diunduh dari http://sertifikasiguru.unm.ac.id/PENDIDIKAN%20KARAKTER%20PLPG%20Rayon%201%2024/1.%20Pendidikan%20Budaya%20dan%20Karakter%20Bangsa.pdf   tanggal 30 November 2012.

Rudhanton. 2011. Manual Prosedur Pembuatan Skripsi/Tugas Akhir. Malang: FKG Universitas Brawijaya. Diunduh dari http://fk.ub.ac.id/id/filedownload/spma/ujmpskg/siklus8/MP.TUGAS.AKHIR.pdf   tanggal 20 November 2012.

Setyowati, K., dkk. 2005. Hak Kekayaan Intelektual dan Tantangan Implementasinya di Perguruan Tinggi. Bogor: Kantor HKI IPB. Diunduh dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7123/Hak%20Kekayaan%20Intelektual.pdf?sequence=1   tanggal 15 November 2012.

Suyitno, Y. 2009. Landasan Filosopis Pendidikan. Bandung: Unipersitas Pendidikan Indonesia. Diunduh dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/195009081981011-Y._SUYITNO/LANDASAN_FILOSOFIS_PENDIDIKAN_DASAR.pdf  tanggal 20 November 2012.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Diunduh dari www.depdagri.go.id/media/documents/2012/.../uu_no.12-2012.pdf   tanggal 25 November 2012.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.  Diunduh dari http://www.apjii.or.id/DOC/Regulasi8/UU_HC_19.pdf  tanggal 20 November 2012.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Diunduh dari http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU14-2005-GuruDanDosen.pdf  tanggal 25 November 2012.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diunduh dari http://www.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2012/10/UU20-2003-Sisdiknas.pdf   tanggal 29 November 2012.

Wiyatmo, y. dkk., 2010. Efektivitas Bimbingan Tugas Akhir Skripsi (TAS) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA UNY. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Diunduh dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656347/Efektivitas%20Bimb.%20TAS.pdf  tanggal 27 November 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar